Didik memulai usahanya seorang diri setelah melihat peluang pasar susu kedelai yang masih terbuka lebar di Pati.
Berbekal pengetahuan dari Salatiga, tentang pengolahan susu dan pemasarannya, Ia mulai mencoba memproduksi susu kedelai sendiri dan memasarkan produknya itu secara door to door.
Kepada Murianews.com, Didik pun bercerita tentang perjalanannya membesarkan usaha susu kedelainya tersebut.
”Waktu itu saya memulainya sendiri, dari pembuatan, pengolahan, pengemasan, sampai pemasaran,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, usaha susu kedelai milik Didik pun terus berkembang. Kini, ia sudah memiliki lima karyawan di bagian pengolahan, serta 12 tim sales yang memasarkan produk ke berbagai wilayah di lereng Gunung Muria.
Produk dijual dalam dua jenis kemasan, yakni plastik seharga Rp 3.000 dan botol dengan harga Rp 6.000 hingga Rp 10.000. ”Saat ini lebih banyak peminat di kemasan plastik, jadi kami prioritaskan itu,” tambah Didik.
Pemasaran dilakukan melalui toko-toko, layanan antar (COD), serta pemesanan dari sekolah, posyandu, event, bahkan masjid. Kapasitas produksi per hari bisa mencapai 1.000 bungkus, tergantung cuaca.
”Kalau musim kemarau, bisa menghabiskan 15–20 kg kedelai dan 30–40 kg gula per hari,” jelasnya.
Murianews, Pati – Usaha susu kedelai Soya Damar yang didirikan Didik Purwadi pada Juni 2013 di Dukuh Ngembes, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, terus berkembang pesat hingga menjangkau wilayah Kudus dan Jepara.
Didik memulai usahanya seorang diri setelah melihat peluang pasar susu kedelai yang masih terbuka lebar di Pati.
Berbekal pengetahuan dari Salatiga, tentang pengolahan susu dan pemasarannya, Ia mulai mencoba memproduksi susu kedelai sendiri dan memasarkan produknya itu secara door to door.
Kepada Murianews.com, Didik pun bercerita tentang perjalanannya membesarkan usaha susu kedelainya tersebut.
”Waktu itu saya memulainya sendiri, dari pembuatan, pengolahan, pengemasan, sampai pemasaran,” ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, usaha susu kedelai milik Didik pun terus berkembang. Kini, ia sudah memiliki lima karyawan di bagian pengolahan, serta 12 tim sales yang memasarkan produk ke berbagai wilayah di lereng Gunung Muria.
Produk susu kedelai Soya Damar pun kini semakin bervariasi. Awalnya, susu kedelai milik Didik hanya tersedia dalam beberapa varian seperti melon, stroberi, dan original. Namun saat ini, varian yang paling diminati dan diprioritaskan adalah stroberi dan original.
Produk dijual dalam dua jenis kemasan, yakni plastik seharga Rp 3.000 dan botol dengan harga Rp 6.000 hingga Rp 10.000. ”Saat ini lebih banyak peminat di kemasan plastik, jadi kami prioritaskan itu,” tambah Didik.
Pemasaran dilakukan melalui toko-toko, layanan antar (COD), serta pemesanan dari sekolah, posyandu, event, bahkan masjid. Kapasitas produksi per hari bisa mencapai 1.000 bungkus, tergantung cuaca.
”Kalau musim kemarau, bisa menghabiskan 15–20 kg kedelai dan 30–40 kg gula per hari,” jelasnya.
Slogan...
Soya Damar mengusung slogan "Sehat, dan Bergizi Tinggi”, kini menjadi salah satu pelopor susu kedelai di kawasan Pati dan sekitarnya.
Dalam menjaga kualitas produk, Didik selalu menggunakan bahan alami seperti kedelai pilihan (kedelai Amerika), gula, air, garam, dan sirup.
Proses pembuatan meliputi pencucian, perendaman 4–8 jam, penggilingan, perebusan, hingga pengemasan. Produk dapat bertahan hingga satu minggu di kulkas dan satu bulan jika disimpan di dalam freezer.
Akhir-akhir ini, penjualan Soya Damar mengalami penurunan. Penyebab utamanya adalah cuaca, terutama saat musim hujan atau bulan puasa, di mana minuman dingin seperti susu kedelai kurang diminati masyarakat.
Selain itu, meningkatnya jumlah kompetitor juga berdampak. Jika sebelumnya Soya Damar menjadi satu-satunya pelaku di pasar lokal, kini banyak produsen baru bermunculan dengan merek dan strategi pemasaran masing-masing.
Meski begitu, Didik menyebut bahwa setiap hari pihaknya masih mampu menjual hingga 1.000 bungkus, tergantung kondisi cuaca dan permintaan pasar.
Menurut Didik, salah satu tantangan utama adalah mindset atau pola pikir sales. Ia mengamati ada sebagian tim sales yang tidak berkembang dan bersikap monoton dalam melayani konsumen. Hal ini berdampak pada turunnya performa penjualan di lapangan.
Padahal, pasar itu bersifat dinamis, outlet bisa berkembang, tetap, atau bahkan tutup. Jika sales tidak memiliki semangat inovatif dan kemampuan adaptasi, maka mereka akan tertinggal.
Meski kini menghadapi tantangan pasar dan penurunan penjualan akibat faktor cuaca serta meningkatnya persaingan, Didik tetap optimis. Ia menekankan pentingnya inovasi dalam pemasaran oleh tim sales-nya.
”Saya berharap semua sales saya bisa berpikir maju, agar usaha ini terus berjalan dan semakin berkembang,” tutupnya.
Dhiya Raudlotul Asfa (Mahasiswa PPL UIN Sunan Kudus)
Editor: Anggara Jiwandhana