Rabu, 19 November 2025

Dari situlah, lanjut Asti, awal mula jenis masakan sega golong mentradisi dalam masyarakat Jawa. Saat ini, kata dia, sega golong biasa disajikan dalam sebuah momentum hajatan masyarakat Jawa, atau sebagai sajian pembuka sebelum memulai hajatan.

Asti menyebut, sega golong dengan sajian lengkap seperti itu saat ini masih ditradisikan oleh Keraton Yogyakarta. Hal itu mengingat bila ditelusur secara silsilah, Ki Ageng Selo merupakan leluhur mereka.

”Sega golong dengan kelengkapannya seperti itu sarat dengan nilai filosofi Jawa yang memang penuh dengan simbolisme atau perlambang,” kata dia.

Dia mengatakan, nasi yang dibentuk bulat melambangkan kebulatan tekad untuk meraih rezeki yang datang bergolong-golong atau bergulung-gulung  alias melimpah ruah. Kemudian, jangan menir bayam melambangkan kebersihan hati dan pikiran dalam menjalani hidup.

”Sedangkan pecel ayam dan trancam melambangkan bersatunya jiwa manusia dengan alam,” ungkapnya.

Asti mengatakan, saat ini sega golong pecel ayam masih ditradisikan meski hanya di lingkup makam Ki Ageng Selo. Saat ada yang punya nazar dan ingin mengadakan hajatan di kompleks makam Ki Ageng Selo, oleh juru kunci dibuatkan sega golong beserta kelengkapannya.

”Sangat mungkin bila sega golong pecel ayam ini diangkat menjadi kuliner di resto atau rumah makan. Agar hidangan penuh filosofi ini bisa dikonsumsi kapan saja seseorang ingin,” tandasnya.

Editor: Dani Agus

Komentar

Kuliner Terkini

Terpopuler